Wednesday, May 15, 2013

MAKALAH ETIKA BISNIS ( KASUS PT. LAPINDO BRANTAS DITINJAU DARI PANDANGAN ETIKA BISNIS DAN PANDANGAN ISLAM)

BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang

Model pembangunan dewasa ini baik yang terjadi di negara maju maupun negara berkembang adalah globalisasi ekonomi. Ciri khas globalisasi dalam pembangunan adalah kebebasan ekonomi,bukan lagi demokrasi ataupun usaha untuk melindungi ekologi. Akibat dari kebebasan ekonomi, dunia sekarang mengalami transformasi besar-besaran yang intinya adalah penyerangan hebat terhadap seluruh segi kehidupan manusia.Dalam pasar global ini, segalanya harus dapat dijual bahkan bagian-bagian dari kehidupan yang semula dianggap sakral seperti kesehatan dan pendidikan, kebudayaan dan warisan, kode etik dan bibit tanaman, serta sumber-sumber daya alam termasuk udara dan air. Globalisasi ekonomi pada hakekatnya merupakan tangan panjang dari kapitalisme liberal yang bangkit sekarang ini merupakan satu-satunya jalan keluar mengatasi kemacetan pertumbuhan ekonomi setelah bangkrutnya  Developmentalisme.
Ciri khas yang menonjol Globalisasi Ekonomi era ini tetap pada obsesi terhadap pertumbuhan tanpa batas. Pertumbuhan ekonomi dan teknologi dipandang sebagai suatu keharusan atau sesuatu yang esensial yang diterima para politisi dan ahli ekonomi, meskipun dalam kenyataan bahwa perluasan tanpa batas dalam lingkungan yang terbatas hanya akan menimbulkan malapetaka. Keyakinan atau kepercayaan pada arti pentingnya pertumbuhan terus menerus merupakan konsekwensi dari penekanan pada nilai perluasan, penonjolan diri dan kompetisi. Kepercayaan seperti itu merupakan cerminan dari kepercayaan yang keliru bahwa jika sesuatu itu baik bagi individu atau kelompok, maka semakin banyak sesuatu itu akan semakin baik. Pendekatan yang kompetetif dan penonjolan diri terhadap bisnis merupakan bagian dari warisan individualisme atomistic, John Locke.
Keyakinan yang menyatakan bahwa kebaikan umum menjadi maksimal jika semua individu, kelompok, dan keluarga memaksimalkan kekayaan material mereka secara sendiri-sendiri. Apa yang dianggap baik oleh suatu perusahaan besar misalnya, maka baik pula bagi masyarakat. Konsekwensi dari reduksionis ini sekarang terlihat kebalikan, ketika kekuatan-kekuatan ekonomi semakin banyak berbenturan satu sama lain, merobek-merobek satuan sosial, dan menghancurkan lingkungan. Pertumbuhan ekonomi terus menerus diterima suatu dogma, dianggap sebagai satu-satunya cara untuk meyakinkan bahwa kekayaan materi akan menetes kebawah kepada simiskin. Padahal model pertumbuhan trickle down (menetes ke bawah) telah terbukti tidak realistik dan telah banyak dikritik.
Tingkat pertumbuhan tinggi tidak hanya kecil perannya dalam meredakan persoalan-persoalan sosial dan kemanusiaan yang mendesak, tetapi juga telah mengakibatkan kemorosatan kondisi sosial secara umum dan kualitas lingkungan hidup. Akibat paling parah dari pertumbuhan yang terus menerus adalah menipisnya berbagai sumber daya alam. Pertumbuhan ekonomi terkait erat dengan kemajuan teknologi. Individu maupun kelompok masyarakat dibuat terpesona oleh teknologi modern tersebut dan yakin bahwa setiap masalah dapat diatasi dengan teknologi, baik masalah yang menyangkut politik sosial,psikologis ataupun ekologis.
Keyakinan ini hanya sebagai fatamorgana, tidak realistik. Pertumbunan teknologi telah menciptakan suatu lingkungan dimana kehidupan menjadi tidak sehat baik secara fisik maupun secara mental. Udara tercemar, suara yang mengganggu, kemacetan lalu lintas, bahan pencemar kimia, bahaya radiasi, dan banyak sumber stress fisik dan psikologis telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Teknologi telah menggangu proses-proses ekologis yang menopang lingkungan alam kita dan merupakan dasar dari eksistensi kita. Salah satu ancaman terbesar akhir-akhir ini adalah air, tanah dan udara oleh sampah kimia. Sampah kimia yang berbahaya dewasa ini sebagai akibat pengaruh pertumbuhan teknologi dan ekonomi yang merupakan virus dari kapitalisme liberal yang disebarkan lewat produksi barang makanan yang membahayakan kesehatan. Misalnya, bahan pengawet, sintetis sebagai pengganti makanan organik, bahan-bahan cita rasa tiruan dan pewarna. Makanan tiruan ini diproses secara berlebihan untuk mendapatkan keuntungan yang banyak diiklankan dengan gencar pada papan iklan dan televisi. Sampah kimia disamping mempengaruhi industri makanan, juga berpengaruh pula pada industri farmasi. Akibatnya pasar dibanjiri dengan ribuan obat-obatan medis, yang banyak diantaranya hanya efektif secara marginal dan efek samping yang mengganggu.
Persoalan lain adalah ketergantungan ekonomi pada sumber daya dari energi yang berlebihan ini tercermin dalam kenyataan bahwa ekonomi lebih bersifat padat modal dari pada padat karya. Modal merupakan potensi kerja yang digali dari eksploitasi sumber daya alam. Ketika sumber daya alam berkurang, modal itu sendiri menjadi sumber daya yang langka. Meskipun demikian, maka muncul tedensi yang kuat untuk menggantikan tenaga kerja dengan modal. Komunitas bisnis melakukan lobby yang terus menerus untuk kredit dan pinjaman modal, yang banyak diantaranya untuk mengurangi lapangan pekerjaan melalui otomatisasi dengan menggunakan teknologi yang sangat kompleks. Pengaruh ekonomi Kapitalis membuat para pelaku bisnis tampaknya tidak hanya mengekploitasi sumber daya alam, tetapi juga mengeksploitasi masyarakat. Akibat pertumbuhan yang parah adalah menipisnya berbagai sumber daya alam planet bumi ini.
Persoalan lain krisis lingkungan hidup disebabkan oleh pertumbuhan penduduk di negara dunia ketiga. Faktor pertumbuhan penduduk ini, bukan sesuatu yang kebetulan, tetapi juga akibat pengaruh dari eksploitasi internasional yang berpangkal dari sistem ekonomi kapitalis liberal yang lebih menonjolkan teknologi yang dipacu untuk memenuhi obsesi pertumbuhan yang tidak terbatas. Teknologi menjadi alat yang ampuh untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, sehingga menyebabkan merosotnya kualitas lingkungan hidup. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan prilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan hidup adalah keseluruhan perikehidupan diluar suatu organisme baik berupa benda mati maupun benda hidup. Oleh karena itu ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan sesamanya atau dengan makhluk mati di sekitarnya disebut ekologi.
Ekologi merupakan ilmu murni yang mempertanyakan,menyelediki dan memahami prinsip dasar bagaimana alam bekerja, bagaimana keberadaan makhluk hidup dalam sistem kehidupan. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini yang disebut dengan asas dasar ekologi.  Masyarakat sebenarnya menyadari bahwa lingkungan hakekatnya mencakup keseluruhan biospher di luar organisme, namun masyarakat sebagai pengelola lingkungan cenderung mempersempit wacana lingkungan, dalam arti lingkungan dimaksudkan sebagai lingkungan hidup manusia, bukan ekologi dalam arti luas meliputi lingkungan hidup semua organisme. Penyempitan wacana lingkungan ini melahirkan suatu kenyataan bahwa pendekatan ekologi cenderung anthroposentrisme, artinya titik focus kajian problem lingkungan selalu didasarkan pada nilai untung bagi kepentingan manusia bukan pada nilai untung bagi lingkungan itu sendiri. Problem lingkungan yang tidak menguntungan bagi manusia ditelantarkan dan dibiarkan. Akibatnya lingkungan menjadi rusak dan  tercemar.
Pendekatan anthroposentrisme merupakan implikasi dari globalisasi ekonomi yang menjadi model pembangunan sekarang dengan dukungan kemajuan teknologi yang melahirkan keyakinan bahwa lingkungan dan sumber daya alam harus ditaklukkan dan dieksploitasi untuk mencapai kemajuan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan mewujudkan kesejahteraan serta kebahagiaan manusia. Dampak negatif globalisasi ekonomi yang anthroposentrisme dengan mengandalkan kebebasan ekonomi dan kecanggihan teknologi adalah berbagai kerusakan lingkungan hidup, yang tidak hanya berdampak pada manusia, tetapi juga menjadi malapetaka bagi makhluk lain dan lingkungannya. Kerusakan lingkungan hidup ini terjadi di dunia pada umumnya, termasuk Indonesia. Bentuk-bentuk kerusakan lingkungan hidup adalah berupa pencemaran air, pencemaran tanah, krisis keaneragaman hayati, kerusakan hutan, kekeringan dan krisis air bersih, krisis pertambangan dan lingkungan, pencemaran udara dan banjir lumpur.

B.       Rumusan masalah.

Dari latar belakang di atas  maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.      Bagaimana pandangan etika terhadap kasus mengenai eksploitasi lingkungan hidup yang berlebihan ?
2.      Bagaimanakah kasus eksploitasi lingkungan hidup yang berlebihan dilihat dari sudut pandang islam ?
3.      Bagaimanakah kasus eksploitasi lingkungan hidup yang berlebihan dilihat dari sudut pandang prinsip GCG dan ICG ?

C.      Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui Bagaimana pandangan etika terhadap kasus mengenai eksploitasi lingkungan hidup yang berlebihan.
2.      Untuk mengetahui Bagaimanakah kasus eksploitasi lingkungan hidup yang berlebihan dilihat dari sudut pandang islam
3.      Untuk Mengetahui kasus eksploitasi lingkungan hidup yang berlebihan dilihat dari sudut pandang prinsip GCG dan ICG ?


BAB II
PEMBAHASAN


A.      Pengertian Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup, sering disebut sebagai lingkungan, adalah istilah yang dapat mencakup segala makhluk hidup dan tak hidup di alam yang ada di Bumi atau bagian dari Bumi, yang berfungsi secara alami tanpa campur tangan manusia yang berlebihan.Lawan dari lingkungan hidup adalah lingkungan buatan, yang mencakup wilayah dan komponen-komponennya yang banyak dipengaruhi oleh manusia.
Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Dalam lingkungan hidup terdapat ekosistem, yaitu tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.  Unsur Hayati (Biotik)
Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Jika kalian berada di kebun sekolah, maka lingkungan hayatinya didominasi oleh tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam kelas, maka lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.
2.  Unsur Sosial Budaya
Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat.
3. Unsur Fisik (Abiotik)
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Bayangkan, apa yang terjadi jika air tak ada lagi di muka bumi atau udara yang dipenuhi asap. Tentu saja kehidupan di muka bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang tidak teratur, munculnya berbagai penyakit, dan lain-lain.

B.       Pandangan Etika Terhadap Kasus Eksploitasi Lingkungan Hidup Yang Berlebihan

1.      Kasus PT. Lapindo Brantas
Secara konsep kebijakan pembangunan sudah memasukkan faktor kelestarian lingkungan sebagai hal yang mutlak untuk dipertimbangkan namun dalam implementasinya terjadi kekeliruan orientasi kebijakan yang tercermin melalui berbagai peraturan yang terkait dengan sumber daya alam. Peraturan yang dibuat cenderung mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tanpa perlindungan yang memadai, sehingga membuka ruang yang sebesar- besarnya bagi pemilik modal.
Lemahnya implementasi di bidang hukum yang mengatur pelaksanaan dan pengawasan pelestarian terjadi juga di bidang lingkungan hidup. Sebagai contoh Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), dalam implementasinya hanya merupakan kebijakan yang bersifat reaktif dan sesaat (temporary) atau suatu kebijakan yang secara konsep bagus tetapi dalam pelaksanaannya tidak terpantau secara berkesinambungan, lemah dalam manajemen kontrol, cenderung tidak konsisten dan persisten. Hal yang serupa disampaikan bahwa tingginya kerusakan sumber daya alam hayati di Indonesia disebabkan salah satunya adalah banyaknya kebijakan sektoral dan bersifat eksploitatif yang saling tumpang tindih dalam pengelolaan sumber daya alam.
Dampak dari eksploitasi alam secara besar-besaran sebagai akibat kekeliruan implementasi kebijakan pembangunan tersebut mulai dirasakan rakyat Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Berbagai bencana terjadi silih berganti, mulai dari bencana yang diakibatkan oleh dampak fenomena alam seperti Tsunami di Aceh, tanah longsor dan banjir di berbagai daerah sampai pada bencana yang diakibatkan adanya faktor kelalaian manusia dalam usaha mengeksploitasi alam tersebut seperti kasus Teluk Buyat di Sulawesi, Freeport di Papua sampai dengan yang sekarang menjadi bencana nasional yaitu kasus semburan lumpur panas Lapindo di Sidoarjo Jawa Timur.
Kasus luapan lumpur Lapindo adalah salah satu contoh kebijakan pembangunan yang dalam implementasinya telah terjadi pergeseran orientasi, yaitu kebijakan pembangunan yang cenderung mengabaikan faktor kelestarian lingkungan. Atau suatu kebijakan yang tidak memasukkan faktor lingkungan sebagai hal yang mutlak untuk dipertimbangkan mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap pelaksanaannya. Salah satu contohnya adalah tidak ditepatinya kebijakan lingkungan yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan sebelum suatu perusahaan mendapatkan ijin untuk melakukan usahanya. Pertimbangan kebijakan lingkungan tersebut antara lain : jarak rumah penduduk dengan lokasi eksplorasi, mentaati standar operasional prosedur teknik eksplorasi, dan keberlanjutan lingkungan untuk masa yang akan datang.
Secara garis besar pelaksanaan, pengawasan pelestarian dan perlindungan lingkungan hidup dijalankan perangkat hukum antara lain AMDAL yang merupakan suatu prosedur preventif yang memberikan analisa menyeluruh dan terinci tentang segala dampak langsung yang mungkin timbul dari proyek yang direncanakan, cara-cara yang mungkin mengatasinya dan rencana kerja untuk mengelola, mengawasi dan mengevaluasi dampak-dampak yang ditimbulkan dan efektifitas pelaksanaan rencana kerja.
Lapindo Brantas Inc. melakukan pengeboran gas melalui perusahaan kontraktor pengeboran PT. Medici Citra Nusantara yang merupakan perusahaan afiliasi Bakrie Group. Kontrak itu diperoleh Medici dengan tender dari Lapindo Brantas Inc. senilai US$ 24 juta. Namun dalam hal perijinannya telah terjadi kesimpang siuran prosedur dimana ada beberapa tingkatan ijin yang dimiliki oleh lapindo. Hak konsesi eksplorasi Lapindo diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP MIGAS), sementara ijin konsensinya diberikan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur sedangkan ijin kegiatan aktifitas dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sidoarjo yang memberikan keleluasaan kepada Lapindo untuk melakukan aktivitasnya tanpa sadar bahwa Rencana Tata Ruang (RUTR) Kabupaten Sidoarjo tidak sesuai dengan rencana eksplorasi dan eksploitasi tersebut.
Dampak dari luapan lumpur yang bersumber dari sumur di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur sejak 29 Mei 2006 ini telah mengakibatkan timbunan lumpur bercampur gas sebanyak 7 juta meter kubik atau setara dengan jarak 7.000 kilometer, dan jumlah ini akan terus bertambah bila penanganan terhadap semburan lumpur tidak secara serius ditangani. Lumpur gas panas Lapindo selain mengakibatkan kerusakan lingkungan, dengan suhu rata-rata mencapai 60 derajat celcius juga bisa mengakibatkan rusaknya lingkungan fisik masyarakat yang tinggal disekitar semburan lumpur. Tulisan lingkungan fisik diatas adalah untuk membedakan lingkungan hidup alami dan lingkungan hidup buatannya, dimana dalam kasus ini Daud Silalahi menganggap hal ini sebagai awal krisis lingkungan karena manusia sebagai pelaku sekaligus menjadi korbannya. Rusaknya lingkungan fisik tersebut sudah dirasakan berbagai pihak selama ini antara lain
1.       Lumpuhnya sektor industri di Kabupaten Sidoarjo. Sebagai mana diketahui Sidoarjo merupakan penyangga Propinsi Jawa Timur, khususnya Kota Surabaya dalam sektor industri. Hingga kini sudah 25 sektor usaha tidak dapat beroperasi yang berakibat hilangnya mata pencaharian ribuan karyawan yang bekerja pada sektor industri tersebut.
2.      Lumpuhnya sektor ekonomi sebagai akibat rusaknya infrastruktur darat seperti rusaknya jalan, jalan tol dan jalur ekonomi darat lainnya seperti jalur transportasi kereta api dll.
3.      Kerugian di sektor lain seperti pertanian, perikanan darat dll. Sejauh ini sudah diidentifikasi luas lahan pertanian berupa lahan sawah yang mengalami kerusakan, menurut Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian Soetarto Alimoeso mengatakan area pertanian di Sidoarjo, Jawa Timur, yang terkena luapan lumpur Lapindo seluas 417 hektare. Lumpur telah menggenangi duabelas desa di tiga kecamatan, tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur, menggenangi sarana dan prasarana publik, Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak lumpur ini, serta memindah paksakan sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi.
4.      Dampak sosial kehidupan masyarakat disekitar seperti sarana tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, sarana air bersih dll. Bahwa efek langsung lumpur panas menyebabkan infeksi saluran pernapasan dan iritasi kulit. Lebih lanjut dijelaskan bahwa lumpur tersebut juga mengandung bahan karsinogenik yang bila berlebihan menumpuk dalam tubuh dapat menyebabkan kanker dan akumulasi yang berlebihan pada anak-anak akan mengakibatkan berkurangnya kecerdasan.
5.      Hasil uji laboratorium juga menemukan adanya kandungan Bahan Beracun dan Berbahaya yaitu kandungan (B3) yang sudah melebihi ambang batas. Hasil uji kualitas air lumpur Lapindo pada tanggal 5 Juni 2006 oleh Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Timur, menunjukkan bahwa uji laboratorium dalam air tersebut terdapat kandungan fenol. Kontak langsung dengan kulit dapat mengakibatkan kulit seperti terbakardan gatal-gatal. Fenol bisa berakibat menjadi efek sistemik atau efek kronis jika fenol masuk ke dalam tubuh melalui makanan. Efek sistemik fenol bisa mengakibatkan sel darah merah pecah (hemolisis), jantung berdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa selain dampak kerusakan lingkungan fisik, lumpur panas tersebut juga mengakibatkan ancaman lain yaitu efek kesehatan yang sangat merugikan dimasa yang akan datang dan hal ini justru tidak diketahui oleh masyarakat korban pada umumnya.
Dalam arti gramatikal, kejahatan korporasi adalah merupakan pelanggaran atau tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi, yang tentunya berkaitan dengan hubungan keperdataan, artinya hubungan yang menimbulkan tindak pidana tersebut adalah perbuatan perdata. Melakukan pengeboran yang bertujuan sebagai kegiatan penambangan gas di Blok Brantas oleh Lapindo Brantas Inc., menurut pengertian kejahatan korporasi adalah merupakan perbuatan perdata, sedangkan hal yang berlanjut mengenai adanya kesalahan manusia atau human error dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain adalah merupakan perbuatan tindak pidana.
Human error yang dilakukan oleh Lapindo Brantas adalah tidak dipasangnya pipa selubung dalam aktivitas pengeborannya sehingga mengakibatkan bencana itu terjadi. Pemasangan chasing (pipa selubung) yang tidak dilakukan lebih awal oleh Lapindo ini dapat dijadikan sebagai suatu kelalaian dari sebuah korporasi dengan tidak dilaksanakannya standar keselamatan sebelum pelaksanan pengeboran. Kejahatan korporasi yang dimaksud adalah kejahatan korporasi dibidang lingkungan hidup, yaitu tindakan pencemaran dan perusakan lingkungan dilakukan oleh sebuah korporasi bernama Lapindo Brantas Incorporated. Dampak yang diakibatkan adanya perbuatan oleh korporasi tersebut merugikan tidak hanya secara material, namun juga telah merugikan lingkungan hidup masyarakat Sidorajo. Hal seperti ini dapat dikatakan sebagai sebuah perbuatan tindak kejahatan.
Dalam kasus Lapindo ditemukan beberapa pelanggaran hukum yang bisa dijerat dengan pasal-pasal dalam undang-undang antara lain hukum lingkungan hidup (UULH), hukum Pidana (KUHP) dan hukum Perdata (KUHPer). Sampai dengan saat ini bahwa upaya dalam penanggulangan dampak tersebut dirasakan berbagai pihak kurang optimal dibandingkan dengan kerusakan yang terjadi. Hingga saat ini tindakan nyata dari Lapindo Brantas (Lapindo) sebagai pemegang izin eksplorasi dan eksplotasi pada Blok Brantas baru sebatas pemberian ganti rugi terhadap kerusakan fisik yang diderita warga sekitar daerah bencana. Sementara upaya menghentikan semburan lumpur dan upaya penanggulangan dampak kerusakan dan pencemaran lingkungan sebagai akibat lain dari bencana tersebut belum ditangani secara benar dan sistematis. Peristiwa ini tentu saja mengundang masyarakat untuk berkomentar terhadap pertanyaan dimana dan sampai sejauh mana letak pertanggung jawaban Lapindo Brantas Inc.
Dari Uraian kasus diatas diketahui bahwa kelalaian yang dilakukan PT. Lapindo Brantas merupakan penyabab utama meluapnya lumpur panas di Sidoarjo, akan tetapi pihak Lapindo malah berdalih dan enggan untuk bertanggung  jawab. Jika dilihat dari sisi etika bisnis, apa yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas jelas telah melanggar etika dalam berbisnis. Dimana PT. Lapindo Brantas telah melakukan eksploitasi yang berlebihan dan melakukan kelalaian hingga menyebabkan terjadinya bencana besar yang mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan dan sosial.

2.      Pandangan etika Tentang Kejadian Lumpur Lapindo

Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan PT. Lapindo membuktikan bahwa PT. Lapindo rela menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Dan keengganan PT. Lapindo untuk bertanggung jawab membuktikan bahwa PT. Lapindo lebih memilih untuk melindungi aset-aset mereka daripada melakukan penyelamat dan perbaikan atas kerusakan lingkungan dan sosial yang mereka timbulkan.
Hal yang dilakukan oleh PT. Lapindo telah melanggar prinsip – prinsip etika yang ada. Prinsip mengenai hak dan deontologi yang menekankan bahwa tiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas, akan tetapi dengan adanya peristiwa lumpur panas tersebut, warga justru mengalami dampak kualitas lingkungan yang buruk. Sedangkan perspektif utilitarisme menegaskan bahwa lingkungan hidup tidak lagi boleh diperlakukan sebagai suatu eksternalitas ekonomis. Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan dalam biaya manfaat, pendekatan ini menjadi tidak etis apalagi jika kerusakan lingkungan dibebankan pada orang lain. Akan tetapi, dalam kasus ini PT. Lapindo justru mengeruk sumber daya alam di Sidoarjo untuk kepentingan ekonomis semata, dan cenderung kurang melakukan pemeliharaan terhadap alam, yang dibuktikan dengan penghematan biaya operasional pada pemasangan chasing, sehingga menumbulkan bencana yang besar. Selanjutnya, kerusakan akibat kesalahan tersebut menimpa pada warga Porong yang tidak berdosa.
Prinsip etika bisnis mengenai keadilan distributif juga dilanggar oleh PT. Lapindo, karena perusahaan tidak bertindak adil dalam hal persamaan, prinsip penghematan adil, dan keadilan sosial. PT. Lapindo pun dinilai tidak memiliki kepedulian terhadap sesama manusia atau lingkungan, karena menganggap peristiwa tersebut merupakan bencana alam yang kemudian dijadikan alasan perusahaan untuk lepas tanggung jawab. Dengan segala tindakan yang dilakukan oleh PT. Lapindo secara otomatis juga berarti telah melanggar etika kebajikan.
. Hal ini membuktikan bahwa etika berbisnis yang dipegang oleh suatu perusahaan akan sangat mempengaruhi kelangsungan suatu perusahaan. Dan segala macam bentuk pengabaian etika dalam berbisnis akan mengancam keamanan dan kelangsungan perusahaan itu sendiri, lingkungan sekitar, alam, dan sosial.

C.    Kasus Eksploitasi Lingkungan Secara Berlebihan Di lihat Dari Sudut Pandang Islam

1.      Di Tinjau Dari aspek Fiqih Islam
Persoalan lingkungan hidup dalam  khazanah ilmu fiqh tidak dibahas dan dikaji  secara khusus dalam bab tersendiri sebagaimana masalah puasa, zakat, sholat, haji, pernikahan, warisan, jual beli, hutang pihutang, karena ketika fiqh dirumuskan pada abad dua hijirah, lingkungan hidup belum menjadi masalah yang menarik perhatian para ahli hukum Islam dan tidak ada pengrusakan lingkungan yang mengancam kehidupan manusia.
Kerusakan lingkungan hidup terjadi setelah alam dieksploitasi terutama untuk kepentingan industrialisasi. Setelah lingkungan hidup telah menjadi masalah yang serius hingga mengancam kelangsungan kehidupan manusia, maka perlu dikaji ulang prinsip, norma , nilai dan ketentuan hukum dari  khazanah fiqh yang ada relevansinya dengan persoalan lingkungan hidup. Fiqh adalah penjabaran nilai-nilai ajaran Islam yang berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan hasil ijtihad para ahli hukum Islam dengan menyesuaikan perkembangan, kebutuhan,kemaslahatan umat dan lingkungannya dalam ruang dan waktu yang  melingkupinya.Dengan kata lain, fiqh sebagai hukum Islam yang ijtihadi.
Oleh sebab itu, fiqh bersifat tatawur (berkembang) sesuai dengan kapasitas daya nalar manusia dan perkembangan zaman. Tujuan hukum Islam ditetapkan hidup manusia agar dapat mencapai kemaslahatan atau kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrowi. Berdasar tujuan ini, ilmu fiqh (hukum Islam) secara garis besar memuat ketentuan hukum menjadi empat bidang Pertama. Bidang ibadah yaitu bagian yang mengatur hubungan antara manusia selaku makhluk dengan Allah Swt sebagai khaliknya (hubungan transedensi-hukum ibadah). Kedua, bidang Mu’amalat, bagian yang mengatur hubungan manusia sesamanya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (hukum Muamalat). Ketiga, bidang Munakahat, bagian yang mengatur hubungan manusia sesama lawan jenis dalam lingkungan keluarga (hukum Pernikahan). Keempat, bidang Jinayat, bagian yang mengatur keamanan manusia dalam suatu tertib pergaulan yang menjamin keselamatan dan ketentramannya dalam kehidupan (hukum pidana).
Empat bidang hukum tersebut merupakan bidang-bidang pokok kehidupan manusia dalam rangka mewujudkan suatu lingkungan kehidupan yang bersih, sehat, sejahtera, aman, damai, bahagia lahir batin, dunia dan akhirat. Inilah ruh dari ajaran Islam yang merupakan rahmat dan kasih sayang Allah terhadap hambaNya dan tujuan risalah yang dibawa oleh Nabi Saw. Persoalan lingkungan hidup bukan sekedar masalah sampah, pencemaran, pengrusakan hutan, atau pelestarian alam dan sejenisnya, melainkan bagian dari pandangan hidup itu sendiri. Sebab dalam kenyataannya, berbicara mengenai persoalan lingkungan hidup merupakan kritik terhadap kesenjangan yang diakibatkan oleh pendewaan terhadap teknologi yang berlebihan dalam waktu lama telah mengakibatkan kemiskinan dan keterbelakangan yang disebabkan oleh struktur yang tidak adil sebagai akibat kebijakan pembangunan yang lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata. Dengan kata lain, masalah lingkungan hidup bersumber dari pandangan hidup dan sikap manusia yang egosentris dalam melihat dirinya dan alam sekitarnya dengan seluruh aspek kehidupannya. Norma-norma fiqh yang merupakan penjabaran dari nilai-nilai al-Qur’an dan al-Hadits sebagaimana yang telah diutarakan dimuka, sudah seharusnya dapat memberikan dorongan atau motivasi terhadap upaya pengembangan wawasan lingkungan hidup atau lebih tepatnya pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup.

2.       Tugas Kekhalifahan
Persoalan lingkungan hidup menjadi  tanggung jawab manusia dan merupakan amanat yang diembannya untuk memelihara dan melindungi alam yang dianugrahkan oleh Sang Pencipta sebagai tempat tinggal manusia dalam menjalani hidup di bumi ini. Manusia beriman dituntut untuk mengfungsikan imannya dengan meyakini bahwa pemeliharaan (penyelamatan dan pelestarian) lingkungan hidup adalah juga bagian dari iman itu sendiri. Dalam kaitan ini, manusia dengan segenap kelebihan dan kelengkapan yang dianugrahkan Allah Swt kepadanya telah ditunjuk sebagai Khalifah di muka bumi ini. Khalifah mengandung arti sebagai pemelihara atau tegasnya telah ditunjuk dan diberi mandat sebagai pemegang amanah Allah Swt untuk menjaga, memelihara dan memperdayakan alam semesta, bukan menaklukkan dan mengeksploitasi.
Mujiyono Abdillah memberikan penjelasan bahwa makna khalifah sebagaimana disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 30 yaitu:
 قال الله تعالى :وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلُُ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ {30}
“ Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat:”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata:”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau”. Rabb berfirman:’Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’ “. (QS. 2:30)
 Ayat ini cenderung berkonotasi kultural ekologis. Artinya, manusia diangkat sebagai khalifah diberi mandat mengemban misi ekologis. Adapun mandat ekologis yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah mandat untuk mengelola lingkungan secara lestari. Dengan kata lain, manusia diangkat oleh Allah sebagai mandataris eksekutif pengelola lingkungan. Kekhalifahan mengandung tiga unsur yang saling terkait, ditambah unsur yang keempat yang berada diluar, namun amat sangat menentukan arti kekhalifahan. Ketiga unsur tersebut adalah manusia sebagai khalifah, alam raya, yang ditunjuk oleh ayat 21 al-Baqarah sebagai bumi, hubungan antara manusia dengan segala isinya termasuk manusia(tugas-tugas kekhalifahan).
اعْبُدُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون يَا أَيُّهَا النَّاسُ
Hai manusia, beribadalah kepada Tuhan kalian Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kalian bertakwa.

Kinerja ketiga unsur diatas agar dapat berjalan semestinya, sudah barang tentu yang diberi tugas harus memperhatikan kehendak yang memberi tugas yaitu Allah sebagai unsur yang berada diluar. Hubungan antara manusia dengan alam atau hubungan manusia dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan antara penakluk dan yang ditaklukkan atau antara hamba dengan tuan, tetapi hubungan kebersamaan yang harmonis dalam ketundukkan kepada Allah Swt. Hal ini, karena kemampuan manusia dalam mengelola bukanlah akibat kekuatan yang dimilikinya, tetapi akibat anugrah Allah Swt.  Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh al-Qur’an surat Ibrahim ayat 32 : “Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar dilautan dengan kehendaknya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai”. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi yang harmonis dan kokoh sesuai dengan prinsip kehidupan alam, antara manusia dengan sesamanya, antara manusia dengan Tuhan dan antara manusia dengan alam. Semakin harmonis dan kokoh hubungaan antara unsur tersebut, maka semakin menjamin terwujudnya kehidupan yang harmonis,karena ketika itu, mereka semua akan saling membantu dan bekerja sama dan Tuhan akan merestuinya, yang pada akhirnya akan memberi jaminan kepada manusia sendiri untuk memperoleh kehidupan yang layak, baik didunia maupun di akhirat kelak.
 Hal ini sesuai dengan janji Allah Swt dalam surat al-Jin ayat 16 :
   غَدَقًا مَاءً اهُمْ  لَأَسْقَيْنَ رِيقَةِ عَلَى اسْتَقَامُوا لَوِ وَأَنْ
 Dan bahwasanya, jika mereka tetap berjalan lurus di jalan itu (petunjuk-petunjuk Ilahi), niscaya pasti kami akan memberi mereka air segar (rezki yang melimpah)”. Sebaliknya, jika hubungan antara unsur-unsur tersebut renggang dan rapuh, maka kondisi kehidupan akan memburuk yang berakibat terjadi penderitaan dan penindasan manusia sesama manusia atau dengan eksploitasi alam yang tidak terkendalikan , yang semua ini akan membawa kehancuran alam dan pada akhirnya kehancuran kehidupan manusia sendiri. Ini sebagai makna pesan dari wahyu pertama turun surat al-”Alaq ayat 6-7
(٧)ٱسْتَغْنَىٰٓ هُ ءَرَّأَن (٦)لَيَطْغَىٰٓ  ٱلْإِنسَٰنَ إِنَّ كَلَّآ
 ”Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup “
D.    Kasus Eksploitasi Lingkungan Secara Berlebihan Di lihat Dari Sudut Pandang GCG dan ICG

1.      Good Corporate Governance ( GCG )
GCG secara singkat dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi para pemangku kepentingan. Adapun prinsip-prinsip dari GCG adalah :
1.      Transparancy (Keterbukaan)
Yaitu, keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan. Dalam kasus kejadian Lumpur lapindo tidak ada keterbukaan yg dilakukan oleh pihak PT. Lapindo Brantas dimana mereka melakukan pengeboran dengan sesuka hati tanpa pernah memperhatikan apa dampak yang terjadi dan timbul bila pengeboran terus dilakukan karena korporasi hanya mengejar keuntungan semata tanpa, memperhatikan hal-hak masyarakat.
2.      Accountability (Akuntabilitas)
Yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Yang terjadi pada kasus luapan lumpur lapindo adalah hingga saat ini belum ada realisasi secara menyeluruh tentang tanggung jawab yang harus diberikan PT. Lapindo Berantas kepada masyarakat. Karena, hinga saat ini belum ada bantuan yang berarti yang diberikan PT. Lapindo Brantas baik bantuan pendidikan, kesehatan, fasilitas sarana dan prasarana yang baik bagi masyarakat sekitar tetapi bahkan saat ini justru masyarakat yang dirugikan karena kasus luapan lumpur tersebut.
3.      Responsibility (Pertanggungjawaban)
Yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi. Dalam kasus luapan lumpur lapindo yang terjadi adalah PT. Lapindo Brantas tidak melakukan pengelolaan perusahaan tidak sesuai dengan apa yang diajarkan dalam undang-undang karena, korporasi telah mengambil hak-hak dari masyarakat porong sidoarjo serta tidak dilakukannya, upaya pencegahan bencana sehingga terjadi human eror dari korporasi yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut.
4.      Fairness (Kewajaran atau Keadilan)
Yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam kasus lapindo tidak ada kejuujran serta keadilan kepada masyarakat karena, PT.Lapindo Brantas rela menggunakan segala macam cara untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan hal apa atau damapak yang mungkin timbul karena hal tersebut

2.       Islamic Corporate Governance ( ICG )
Konsep tentang Good Corporate Governance secara universal sangat erat kaitannya dengan ajaran agama-agama yang ada. Prinsip Good Corporate Governance ternyata selaras dengan ajaran agama islam. Meskipun Islam selalu memperkenalkan etika yang baik, moral yang kuat, integritas, serta kejujuran, tidaklah mudah untuk menggabungkan nilai-nilai etika seperti itu menjadi Good Corporate Governance yang islami. Akibatnya, dalam prakteknya, sebagian besar dari perusahaan ‘Islam’ menggunakan standar tata kelola perusahaan konvensional yang mungkin tidak konsisten dengan nilai-nilai Islam. Adapun prinsip-prinsip ICG dalam kasus PT. Lapindo Brantas adalah :
1.      Shiddiq (Benar )
Artinya bahwa sehrausna PT, lapindo brantas harus melakukan kegiatan unsahanya dengan baik dan benar serta menjunjung hak-hak dari masyarakat. Tetapi yang terjadi adalah, kasus eksploitasi sebesar-besarnya tanapa memperhatikan damapak terhadap masyarakat dan hal ini sangat melanggar ajaran islam yang mengajarkan dalam setiap tindakan yang dilakukan tidaka boleh merugikan orang lain.

2.      Amanah (Dapat Dipercaya)
Sesuai Kejadian yang terjadi ternyata PT lapindo berantas tidak amanah karena kegiatan pengeboran yang dilakukan tidak sesuai dengan amdal yang telah disepakati oleh pemerintah dan perusahaan dimana seharusnya perusahaan melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan sehingga kegiatan eksploitasi yang dilakukan itu tidak berdampak buruk terhadap lingkungan tetapi yang terjadi adalah sebaliknya karena tidak dikelolana lingkungan yang baik maka terjadi bencana kepada masyarakat.
3.      Tablig ( Menyampaikan )
Dalam kasus ini Pihak PT. Lapindo Brantas tidak terbuka untuk menyampaikan kegiatan yang akan mereka yaitu melakukan pengeboran lebih dalam lagi, karena seharusnya pengeboran itu tidak boleh terus dilakukan karena akan menyebabkan masalah terhadap lingkungan tetapi karena keserakahan oleh pihak korporasi maka kegiatan itu tetap dilakukan dan menyembunyikan kegitan pengeboran itu.
4.      Fathonah ( Cerdas )
Kegiatan pengeboran yang dilakukan PT lapindo Brantas tidaklah cerdas, karena mereka melakukan pengeboran tanpa memasang pipa selubung bor sehingga menyebabkan terjadi luapan lumpur, serta korporasi juga tidak cerdas dalam mengambil keputusan untuk tetap melakukan pengeboran tanpa menyadari bahawa kegiatan yang terus dilakuakan akan menyebabkan bencana bagi masyarakat porong sidoarjo.

BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
Dari berbagai uraian di atas tentang kasus eksplorasi lingkungan secara berlebihan yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
2.      Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan PT. Lapindo membuktikan bahwa PT. Lapindo rela menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan,
3.      Kasus Lumpur lapindo tinjau dari segi etika baik teori deontologi, utilitarisme, serta keadialan, dinilai sangat tdk beretika karena merigikan masyarakat porong sidoarjo.
4.      Terdapat empat bidang hukum dalam fiqih yg mengatur kehidupan manusia dalam rangka mewujudkan suatu lingkungan kehidupan yang bersih, sehat, sejahtera, aman, damai, bahagia lahir batin, dunia dan akhirat yaitu bidang ibadah, muamalat, munakahat, dan janayat.
5.      Dalam sudut pandang islam kegiatan eksplorasi lingkungan secara berlebihan juga sangat ditentang oleh ajaran islam karena sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT bahwa manusia diutus di muka bumi ini adalah sebagai khalifah atau pemimpin yang tujuannya adalah untuk menjaga, serta melstarikan lingkungan sesuai dengan fungsi serta peruntukkannnya.
6.      Dari sudut pandang GCG dan ICG kasus PT. Lapindo Brantas sangat tidak sesui dengan prinsip-prinsip GCG ( Transparancy, Accountability, Responsibility, Fairness )   dan   ICG. (Shiddiq, Amanah, Tablig, Fathonah ) Karena sangat merugikan  masyarakat yang berada di sekitar lokasi pengeboran.

B.       Saran
Saran dari saya sebagai penulis makalah ini adalah sebaiknya bagi pengusaha-pengusaha yang kegiatan bisnisnya berhubungan dengan eksplorasi lingkungan harus selalu berusaha waspada serta tidak menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan sehingga menjadi berlebihan, karena hal ini akan berpengaruh terhadap keseimbanagan lingkungan itu sendiri. Apabila hal ini terus dilakukan akan menebabkan kerusakan lingkungan serta dapat membahayakan masyarakat yang bermukim disekitar kegiatan eksplorasi. Selain itu, kejadian lumpur lapindo dijadikan sebagai pengalaman berharga yang tidak boleh terulang lagi di masa yang akan datang demi kesejahteraan seluruh umat manusia di bumi.



DAFTAR PUSTAKA


Abdillah, Mujiono, 2001, Agama Ramah Lingkungan Perspektif Al-Qur’an,
Jakarta; Paramadina.
.Afand, 2009, Lingkungan Hidup,Kerusakan Lingkungan, Pengertian, Dan pelestarian.www.abatasa.com.
Alamendah, 2009, Lingkungan Hidup. http://alamendah.org
Fitri Zaki, 2012, Bisnis Yang Kurang Beretika. http://restieokti.blogspot.com
Harun, 2009, Persoalan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Fiqh (Hukum Islam) : surakarta
Tosepu Ramadhan. 2010, Kesehatan Lingkungan, Surabaya ; Bintang
Undergroun paper, 2012,  Etika Lingkungan, http://underground-paper.blogspot.com
 Velasquez G. Manuel. 2005, Etika Bisnis Konsep Dan Kasus Edisi 5. Yogyakarta ; Andi

No comments:

Post a Comment